TAMIYANG LAYANG – Polemik antara warga dan perusahaan PT Alam Sukses Lestari (ASL) di Kabupaten Barito Timur (Bartim) kembali mencuat. Sejumlah warga dari Desa Pulau Patai, Harara, dan Taniran memprotes aktivitas perusahaan yang melakukan penanaman kembali (reboisasi) di kawasan hutan produksi yang selama ini digarap masyarakat sebagai lahan pertanian.
Permasalahan ini bukan kali pertama terjadi. Beberapa tahun lalu, isu serupa juga sempat menjadi perhatian pemerintah daerah hingga dilakukan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di ruang rapat paripurna DPRD Barito Timur. Dalam forum itu, warga menyampaikan keluhan atas aktivitas PT ASL yang dinilai merugikan mereka.
Untuk menindaklanjuti keluhan masyarakat, DPRD Barito Timur kembali menggelar RDPU lanjutan pada Senin (20/10/2025). Rapat tersebut dipimpin Ketua DPRD Barito Timur Nursulistio dan dihadiri perwakilan masyarakat dari desa-desa terdampak.
Usai rapat, Nursulistio menyampaikan bahwa DPRD akan berupaya mencari solusi terbaik dengan meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membebaskan lahan warga yang masuk dalam kawasan hutan produksi dan saat ini dikelola oleh PT ASL.
“Tadi kami kembali melaksanakan RDPU sebagai tindak lanjut dari dinamika di lapangan terkait aktivitas PT ASL yang mendapat izin dari Kementerian LHK. Ada perbedaan prinsip operasional antara masyarakat dan perusahaan,” ujarnya.
Menurut Nursulistio, berdasarkan Surat Keputusan (SK) yang diterbitkan KLHK, kawasan hutan produksi yang dikelola PT ASL secara hukum merupakan lahan milik negara. Namun, di sisi lain, masyarakat Desa Pulau Patai, Taniran, dan sekitarnya telah lama bermukim serta menggantungkan hidup dari lahan tersebut untuk bertani.
Ia menilai tumpang tindih antara hak masyarakat dan izin usaha perusahaan menjadi akar persoalan yang harus segera diselesaikan secara bijak.
“Kawasan yang diberikan oleh Kementerian LHK mencakup wilayah yang sama dengan lahan garapan masyarakat. Masalah ini tidak akan selesai tanpa kebijakan yang berpihak pada rakyat,” tegasnya.
Nursulistio juga menekankan pentingnya keseimbangan antara pelestarian hutan dan keberlangsungan ekonomi warga.
“Kementerian LHK memang telah memberikan izin kepada PT ASL untuk kegiatan pelestarian, dan perusahaan memiliki tanggung jawab sesuai SOP. Namun, masyarakat juga tidak boleh menjadi korban kebijakan. Kita harus mencari solusi yang tidak merugikan siapa pun,” pungkasnya.[adv]
