Panen Berkelanjutan, Pendampingan Penyuluh tak Berhenti

Panen Berkelanjutan, Pendampingan Penyuluh tak Berhenti

PELAIHARI - Urusan pangan merupakan hal yang paling mendasar dan tidak bisa diabaikan karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Maraknya Covid-19 yang mengakibatkan sebagian roda ekonomi terganggu, sektor pertanian tetap eksis untuk menjamin kebutuhan pangan bagi masyarakat Indonesia.  

Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi dalam sambutannya melalui video conference saat membuka e-Learning menegaskan, tugas penting saat ini adalah mengamankan pangan bagi masyarakat Indonesia. Pertanian tak boleh berhenti. Hanya pertanian yang bisa menyediakan pangan.

Atas dasar itu, mendampingi petani dan mengawal produksi pangan di lapangan adalah jawaban jajaran Dinas Pertanian (Distan) bersama  penyuluhnya dalam giat panen dan tanam di bulan-bulan ini. 

Dilaporkan oleh Mantri Tani Kecamatan Kintap, Khodir, seluas 25 hektare padi Inpari-30 mulai dipanen lagi oleh para petani di Desa Mekarsari. Panen dilakukan dengan combine harvester dan hasil ubinan didapatkan setara dengan 5,7 ton per hektare Gabah Kering Panen (GKP), Rabu (29/4/2020).

Produktivitas padi sawah Inpari ini didapat oleh Penyuluh dan Mantri Tani saat mengubin panenan di Kelompok Tani (Poktan) Bukit Sari ketua Bapak Sardin. Hasil ini hampir sama dengan panen minggu lalu tanggal 24 April di Desa Pasir Putih yang mendapatkan hasil ubinan setara 5,6 ton per hektare.

Panen seluas 25 hektare di Desa Pasir Putih, yang sama-sama berada di wilayah Kecamatan Kintap, dilakukan secara manual dengan ani-ani atau ragaman. Cara itu dilakukan karena padi tuanya tidak menyeluruh (merata), jadi tidak layak bila dipanen dengan menggunakan mesin.

Butuh waktu lama, tapi petani bertanggung jawab akan mempercepat selesainya panen sehingga tidak mengganggu kegiatan berikutnya. Cara demikian kemungkinan kehilangan hasil (lossing) akan lebih banyak. 

Sementara, kegiatan panen di Mekarsari dapat dilakukan dengan alsintan. Hasil panenan berupa gabah segera bisa dilakukan penjemuran. Pekerjaan menjadi lebih hemat tenaga dan selesai lebih cepat sehingga segera bisa masuk ke kegiatan persiapan tanam berikutnya.

Tentang produktivitas yang berkisar 5,6 sampai 5,7 ton per hektare di wilayahnya. Khodir menyebut itu lebih rendah dibanding dengan hasil panenan musim tanam 2019 lalu.

“Dulu bisa mencapai 6 ton per hektare, sekarang hanya sekitar 5,6 on per hektare di Pasir Putih dan 5,7 ton per hektare di Mekarsari. Rendahnya produktivitas ini terkait dengan kondisi air di awal dan tahun ini banyak hama tikus sehingga sedikit menurun hasil panennya,” ujar Khodir.

Gabah hasil panen petani akan disimpan sementara dan rencana akan diolah sendiri untuk dijual dalam bentuk beras. Menurut informasi harga gabah saat ini ada di sekitar Rp4.500 per kilogram.

Namun, petani tidak biasa jual dalam bentuk beras. Selain tidak menguntungkan juga tidak biasa transaksi dalam bentuk gabah. Dengan memproduksi beras petani juga bisa memenuhi untuk keperluan konsumsi rumah tangga.  

“Petani di sini tak biasa transaksi dalam bentuk gabah. Tapi bila dijadikan beras yang harganya Rp11.000 per kilogram dan biaya giling 10 persen dari hasil beras, tentu bisa dihitung berapa nilai tambah yang akan didapat petani,” pungkas Kodhir.[advertorial]
Lebih baru Lebih lama