Ekspor ke Cina Terhenti, Salak Nglumut Malah Diminta Jepang dan Jerman

Ekspor ke Cina Terhenti, Salak Nglumut Malah Diminta Jepang dan Jerman

Perkebunan salak di Srumbung, Magelang, Jawa Tengah. | Foto: Pemdes Banyuadem

MAGELANG - Ekspor salak varietas Nglumut masih terus dilakukan oleh petani di Desa Kaliurang, Srumbung, Magelang, Jawa Tengah. Permintaan buah bernama Latin Salacca zalacca ini datang dari Malaysia, Thailand, Kamboja, Jepang, Australia, Selandia Baru hingga Jerman. 

Dari Jepang, permintaan salak mencapai satu ton perhari, atau 30 ton dalam sebulan. Sedangkan permintaan dari Thailand, tercatat empat ton tiap pekan. Ekspor ke Republik Rakyat Cina yang sempat berjalan selama 10 tahun, terhenti sejak 2019. 

Para petani salak ini tergabung dalam Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) "Ngudi Luhur". "Bagi petani, ekspor salak lebih menguntungkan dibanding pasar lokal", kata Agus Pawiro, Ketua Gapoktan Ngudi Luhur, kemarin.

Agus menjelaskan, perusahaan eksportir membeli salak dari petani antara Rp 8 ribu sampai Rp 10 perkilogram. Sementara di pasar lokal, harga buah organik ini hanya bertahan di kisaran Rp 3 ribu hingga Rp 5 ribu.

Pandemi Covid-19 mengakibatkan ekspor salak turun 50 persen. Hingga awal 2020, ekspor salak tercatat mencapai 800 ton pertahun. Namun setahun belakangan, jumlahnya menurun menjadi 300 sampai 400 ton.

Permintaan dari supermarket juga mengalami penurunan yang sangat signifikan. Selain Desa Kaliurang, perkebunan salak berskala besar di lereng Gunung Merapi juga terdapat di Desa Banyuadem.[sahrudin]
Lebih baru Lebih lama