IKLIM investasi sejatinya harus terjaga secara kondusif. Setidaknya hal tersebut menjadi pertimbangan para investor luar daerah, termasuk investor asing untuk kemudian meyakinkan diri menanamkan modalnya.
Dengan iklim investasi yang kondusif, tentunya ekonomi bisa bertumbuh hingga berimbas positif dan membuat inflasi pun menjadi ikut terjaga. Tak terkecuali untuk Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel).
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Kalsel, Fadjar Majardi dalam sebuah kesempatan beberapa waktu lalu menegaskan jika investasinya yang kondusif akan membuat ekonomi tumbuh dan inflasi menjadi terjaga.
“Ekonomi tumbuh, inflasi terjaga, dan itu kunci mewujudkan Banua Maju,” tuturnya.
Event South Borneo Investment Forum (SBIF) yang pernah digelar di Kalsel sekitar Agustus 2024 lalu, cukup menjadi langkah konkret untuk memicu pertumbuhan investasi di Banua.
Penyelenggaraan forum investasi ini tentunya mencerminkan kesungguhan Pemprov Kalsel bersama BI untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif dan mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis daerah.
Ada beberapa langkah atau tolak ukur yang harus diperhatikan dan dilakukan Kalsel menuju pertumbuhan ekonomi yang maju sebagaimana diharapkan. Sebut saja, seperti indikator ekonomi dan peluang investasinya, penguatan iklim investasi, BUMD dan infrastruktur yang mendukung, transformasi sektor unggulan, perizinan maupun regulasi.
Dari data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Kalsel pada triwulan I 2025 mencapai 4,81% yoy. Ini menunjukkan momentum kemajuan ekonomi wilayah. Inflasi terjaga, sebagian karena strategi pengendalian harga dan diversifikasi pangan, memberi kepercayaan investor terhadap stabilitas ekonomi daerah.
Kemudian dari sisi investasi, data BI menunjukkan realisasi investasi pada 2019 sebesar USD 372,9 juta berasal dari 184 proyek, di mana menempatkan Kalsel di peringkat ke-17 nasional . Catatan ini masih relevan sebagai gambaran awal, meski tren terus berkembang melalui aktivasi baru seperti SBIF dan RIRU.
Untuk pilar penguatan iklim investasi, Bank Indonesia mengidentifikasi lima faktor utama dalam pengembangan iklim investasi di Kalsel, seperti infrastruktur, kemitraan strategis, reformasi regulasi, kesiapan lahan, dan sinergi publik-swasta.
Semua aspek ini dihadirkan dalam SBIF 2024, di mana Pemprov Kalsel meluncurkan proyek-proyek unggulan seperti PLTA, industri oleokimia, dan pengembangan perikanan.
Selain itu, BI mendukung terbentuknya Regional Investor Relations Unit (RIRU) sebagai jalur komunikasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan investor luar negeri. Melalui program ini, persepsi terhadap Kalsel semakin positif, serta dukungan kebijakan makin terintegrasi.
Selanjutnya Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) beserta infrastruktur pendukung, di mana Pemprov Kalsel harus aktif memfasilitasi lahan dan infrastruktur untuk investasi.
Laporan RUPMP menyebut target investasi meningkat rata-rata 15,5% per tahun hingga 2025. Komitmen ini dipertegas lewat dukungan BUMD seperti Bank Kalsel, yang terus memperluas layanan digital dan pembiayaan usaha, serta OJK melalui percepatan perizinan.
Proyek strategis seperti jalur kereta api Trans-Kalimantan (Batulicin–Banjarbaru) dan Aero City di Banjarbaru juga terus disiapkan sebagai bentangan infrastruktur yang memperkuat konektivitas ekonomi regional.
Juga perlu diperhatikan terkait fasilitas transformasi di sektor unggulan. Investasi di sektor hulu seperti energi, pertanian terpadu, dan agroindustri semakin marak.
Setelah potensi batu bara yang besar, di mana Kalsel memiliki cadangan keempat terbanyak nasional, pemerintah kini mendorong hilirisasi melalui sawit, oleokimia, dan inisiatif ekonomi hijau.
Sektor makanan olahan dan pengolahan CPO menjadi tumpuan, terutama di Kota Banjarmasin dan Kabupaten Kotabaru, yang mengandalkan industri pengolahan pangan dan kelapa sawit sebagai basis produksi.
Selanjutnya terkait ekosistem investasi yang memuat tentang perizinan, sumber daya manusia (SDM), dan data basis. Untuk hal ini, Pemprov Kalsel membangun database potensi investasi terpadu, mempermudah investor memahami potensi daerah dan mengakses informasi sektoral.
Pengembangan SDM juga menjadi fokus; BI lewat competes dan literasi investasi turut serta membangun kapasitas jurnalis dan pelaku lokal. RIRU juga mengoptimalkan fungsi publikasi data, mengundang semua stakeholder untuk berjalan bersama dalam satu persepsi transparan, profesional, dan terpercaya.
Untuk tantangan ada pada regulasi hingga eksternalitas. Meski berbagai program telah digulirkan, tantangan nyata tetap muncul.
Pertama, birokrasi dan tenunan regulasi. Meski ada simplifikasi perizinan, masih dibutuhkan sinkronisasi lintas kabupaten/kota agar tidak terjadi double-permit yang menghambat laju investor.
Kedua, ketergantungan global dan fluktuasi harga komoditas seperti batu bara dan sawit, berpotensi memukul proyeksi investasi dan pertumbuhan daerah bila tidak diimbangi diversifikasi ekonomi.
Ketiga, adapun mitigasi lingkungan, seperti kesiapan analisis AMDAL untuk proyek besar (pertanian intensif, energi) masih kurang serap ke investor kecil dan menengah.
Tak kalah penting, adalah reaksi pemerintah dan pelaku usaha. SBIF 2024 telah menghadirkan respons positif dari investor domestik dan luar negeri. Di mana ketika itu, Gubernur Kalsel, H Sahbirin Noor melalui Sekda menyatakan forum itu mempertegas komitmen provinsi, mulai dari dukungan regulasi, pelayanan terpadu, hingga insentif fiskal dan non-fiskal.
Pelaku usaha lokal, khususnya Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), juga mendapat poin tambah melalui akses permodalan, pelatihan, serta integrasi ke rantai pasok besar, di mana Bank Kalsel dan OJK berperan aktif.
Kemudian untuk dampak ekonomi dan prospek jangka panjang, BPS telah mencatat perputaran ekonomi daerah terus meningkat. Potensi lapangan kerja bertambah, terutama di daerah lokasi proyek.
Pertumbuhan ekonomi triwulan I 2025 yang stabil menjadi indikator nyata bahwa masuknya investasi berdampak langsung pada aktivitas ekonomi riil.
Secara jangka panjang, perbaikan iklim investasi berkorelasi dengan daya tahan daerah menghadapi tekanan inflasi, meningkatkan pendapatan per kapita (PDRB per kapita Rp60,1 juta tahun 2022 ), dan menyiapkan infrastruktur ekonomi untuk masa depan.[anshari]
Tags
Ekbis