Keuletan dan Ketangguhan Tim Detasering di Kawasan Food Estate

Keuletan dan Ketangguhan Tim Detasering di Kawasan Food Estate

FOOD estate merupakan konsep pengembangan pangan yang dilakukan secara terintegrasi mencakup pertanian, perkebunan, bahkan peternakan di suatu kawasan. 

Food estate menjadi salah satu Program Strategis Nasional (PSN) 2020-2024 yang bertujuan meningkatkan ketahanan pangan nasional dengan mengoptimalkan produktivitas lahan rawa.

Berdasarkan data Kementerian Pertanian (Kementan), potensi lahan rawa di Indonesia cukup besar, yakni mencapai 34 juta hektare. Dari luasan lahan sebanyak itu, hasil penelitian Kementan menyimpulkan ada sekitar 17 juta hektare lahan rawa yang bisa dijadikan lahan pertanian produktif. 

Hal ini tentunya menjadi angin segar bagi pemerintah yang menginginkan adanya lumbung-lumbung pangan baru di sejumlah daerah.

Secara bertahap, Kementan mengoptimalkan lahan-lahan rawa tersebut dengan tata kelola air yang baik. Harapannya, indeks pertanaman (IP) padi di lahan-lahan rawa yang semula hanya IP 100 (rata-rata masa tanam dan panen dalam satu tahun pada lahan yang sama hanya sekali) menjadi IP 200 (dua kali dalam setahun). 

Adapun lahan yang sudah mencapai level IP 200 didongkrak menjadi IP 300 sehingga produksi pangan bisa naik dari luas lahan yang sama.

Dengan ditetapkannya pengembangan kawasan food estate sebagai salah satu arah kebijakan pembangunan pertanian nasional, maka penanganannya pun harus bersifat extraordinary alias di luar kebiasaan. 

Salah satu pendekatan extraordinary tersebut diwujudkan melalui pendampingan yang intensif terhadap petani. Selain itu, Kementan juga memadukan pendampingan dengan sentuhan teknologi dan penggunaan varietas unggul baru (VUB) bersertifikat sebagai satu paket purna demi mencapai target-target pengembangan food estate.

Pendekatan extraordinary tersebut sejalan dengan arahan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang kerap menegaskan bahwa Kementan akan memaksimalkan semua lini agar pendampingan yang diberikan terhadap para petani di kawasan food estate di Kalimantan Tengah, Sumatera Utara, dan Nusa Tenggara Timur bisa berjalan maksimal.

Sejurus dengan keinginan Mentan, Widyaiswara yang bertugas meningkatkan perilaku sikap dan keterampilan petani juga perlu disiapkan dan ditingkatkan kompetensinya sehingga dapat bekerja secara optimal. 

Dengan kompetensi yang mumpuni, para widyaiswara dapat memiliki kemampuan mendampingi dan mengawal para petani di kawasan food estate dalam melakukan budidaya, penggunaan alsintan, serta penanganan panen dan pascapanen. 

Apalagi, Widyaiswara dan tim pendamping menjadi landasan utama dalam mengoptimalkan berbagai aktivitas food estate dari hulu sampai ke hilir. 

Kehadiran Widyaiswara dan tim pendamping di tengah-tengah petani diharapkan mampu mempercepat pengembangan food estate dan memperkuat eksistensi kelembagaan petani serta pengembangan bisnis dan korporasi petani.

Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementan Dedi Nursyamsi mengatakan, kawasan food estate akan menjadi penyedia pangan untuk berkontribusi memantapkan swasembada pangan nasional.

Selain itu, food estate juga diarahkan menjadi wahana percepatan peningkatan kesejahteraan dan kemandirian petani. Dengan ekspektasi yang besar itu, aspek pendampingan merupakan faktor sangat penting dalam mengakselerasi kegiatan pertanian di lokasi food estate. 

“Pendampingan kepada petani dan penyuluh di kawasan food estate adalah langkah yang strategis. Jangan ada kata mundur ataupun berhenti. Harus fight, namun secara teknis semua unit kerja di Kementan harus ikut bekerja dan mendukung food estate,” kata Dedi.

Dedi pun berpesan kepada para Widyaiswara agar terus-menerus menghidupkan semangat bekerja, fokus, serta memahami secara jelas dan detail mengenai hal yang harus dikerjakan. 

“Apa target kita, pahami medannya, pahami siapa orang-orang yang harus kita kenal di lapangan dan tentu harus diikuti juga dengan disiplin dan kerja sama yang baik,” terangnya.

Guna mempersiapkan para Widyaiswara dan tim pendamping petani di kawasan food estate, BPPSDMP Kementan memberikan pembekalan umum yang bertujuan meningkatkan motivasi dan etos kerja dalam pelaksanaan tugas pendampingan. 

Pembekalan juga diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan teknis dari produksi hingga pascapanen dan pemasaran, meningkatkan wawasan peserta tentang inovasi teknologi, meningkatkan wawasan peserta dalam dalam penguatan kelembagaan ekonomi petani, serta meningkatkan kemampuan dalam melakukan pengawalan dan pendampingan program food estate.

Untuk tahap awal, tim pendamping bekerja secara intensif selama tiga bulan. Tim terdiri dari 70 orang tenaga fungsional yang meliputi para peneliti, penyuluh pusat, Widyaiswara, dosen, pengawas benih tanaman, Litkayasa, pengamat organisme pengganggu tanaman, dan fungsional umum lainnya.

Keuletan dan ketangguhan tim detasering food estate di Kalimantan tengah terbentuk dengan aktifitas tim yang mana selalu berada dilapangan bersama penyuluh pertanian dan petani untuk memecahkan masalah masalah yang ditemukan. 

Secara rinci tugas dari tim detasering adalah mengawal dan mendampingi pelaksanaan kegiatan; mengidentifikasi permasalahan dan membantu proses penanganan masalah; melakukan sosialisasi dan advokasi program food estate kepada petani, tokoh masyarakat, dan pelaku bisnis pertanian setempat.

Kemudian juga mengadakan pertemuan rutin 2 minggu sekali dengan BPP dan pertemuan harian dengan PPL dalam rangka monitoring dan penyelesaian masalah; melakukan konsultasi dengan Tim Pelaksana Kegiatan apabila diperlukan; dan melaporkan capaian kegiatan mingguan, bulanan dan laporan akhir kepada kordinator penanggungjawab di Kabupaten.

Tahapan kegiatan detasering  diawali dengan pembekalan/sosialisasi kegiatan pendampingan percepatan tanam oleh Tim teknis melalui video conference, tim menuju Provinsi kalimantan Tengah pertemuan dengan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten dan Tim menyebar ke tiap Kecamatan/Desa sesuai penugasan.

Minggu pertama penugasan tim detasering melakukan identifikasi dilokasi ketersedian saprodi, kondisi lahan, kondisi saluran irigasi, ketersediaan alsintan. Inventarisir permasalahan kenapa realisasi tanam rendah membuat scenario percepatan tanam bersama penyuluh, Danramil, Babinsa dan Kelompok tani juga dilakukan oleh Tim Detasering.

Berkoordinasi dengan pihak TNI untuk penyiapan BBM dan operator alsintan (TR4/TR2) dan terakhir melaporkan progress harian olah tanah/tanam per Desa per Poktan laporan Harian realisasi percepatan tanamnya.[]

Penulis : Angga Bayu Saputra, S.ST, M.I.Kom
Widyaiswara BBPP Binuang
Lebih baru Lebih lama