Petani Katingan Kuala Adopsi Pertanian Ramah Lingkungan

Petani Katingan Kuala Adopsi Pertanian Ramah Lingkungan

SEJUMLAH 24 petani Katingan Kuala penerima manfaat program Climate Smart Agriculture SIMURP  berkumpul di BPP Pegatan untuk menerima pengarahan program CSA dari Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Kabupaten Katingan serta Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Tanaman Pangan Provinsi Kalimantan Selatan.

Kegiatan ini, Kamis (26/5/2021) bersamaan dengan pengambilan sampel GRK dari lahan pertanaman di demplot CSA serta di luar demplot CSA.

Pertemuan yang dihadiri oleh pejabat pembuat komitmen SIMURP Provinsi Kalimantan Tengah dan penanggung jawab SIMURP Kabupaten Katingan ini dibuka oleh koordinator BPP Pegatan, Mario A.Md. 

Dalam sambutannya, Mario mengatakan, petani yang tertarik pada budidaya padi dengan pendekatan CSA semakin bertambah. 

“Petani sudah mulai berpikir ulang untuk mengurangi penggunaan pupuk kimia dan melakukan subtitusi dengan pupuk organik,” tegasnya.

Petani mulai menyadari dan mempertimbangkan budidaya low cost sejak panen musim sebelumnya karena gabahnya masih belum terserap akibat harganya jatuh. 

Petani tidak menjual gabah hasil panen sebelumnya karena harga baik gabah dan beras yang sangat rendah sehingga tidak menutup biaya produksi. 

Alhasil, gabah yang jumlahnya ribuan ton saat ini masih tersimpan di dalam gudang penyimpanan masing-masing petani. Petani sangat berusaha memangkas biaya produksi untuk mendapatkan margin keuntungan saat panen tiba.

Katingan Kuala merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Katingan yang untuk mencapai lokasi hanya menggunakan transportasi air. 

Tidak ada jalan darat dari kota terdekat termasuk dari ibukota kabupaten. Sehingga praktis dapat dikatakan Katingan Kuala merupakan daerah terisolir. 

Hanya saja, potensi padi di Kecamatan ini sangat luar biasa. Dengan luas baku lahan sektar 12.000 hektare dan dengan rata-rata provitas 4 ton per hektare, serta IP yang mencapai 200, Kecamatan Katingan Kuala mampu menyuplai beras di wilayah Katingan dan Kotawaringin Timur pada khususnya dan Kalimantan Tengah pada umumnya.
 
“Penggunaan pupuk organik ini sangat menarik petani, bukan hanya karena harganya yang relatif lebih murah tetapi juga berdampak pada kualitas tanaman padi," tegas Mario.

Sujadi, petani pelopor pupuk organik menyebutkan, tanaman padi yang diberi pupuk organik baik cair dan padat, tanaman padinya lebih tegak, kuat dan tidak rentan terhadap penyakit termasuk tikus.
 
“Hasil nasi dari budidaya padi organik lebih enak dan tahan sampai 3 hari baru basi," imbuhnya.

Penggunaan pupuk organik dan mengurangi pupuk kimia dapat menekan biaya produksi, karena selama ini harga pupuk kimia nonsubsidi di Katingan mencapai 400 ribu per sak. 

Selain itu, kualitas tanaman padi dan berasnya menjadi lebih baik. Meskipun memang ketampakan pada tanaman padi tidak sehijau tanaman padi yang diberi pupuk kimia, namun kualitas tanaman padi yang tegak dan kokoh meyakinkan petani bahwa pupuk organik dapat menjadi solusi atas permasalahan biaya produksi, dan hama endemik yang ada. 

Mario menambahkan, jumlah petani yang mulai untuk menerapkan budidaya padi organik sudah cukup banyak. 

Jika petani yang mengikuti CSA sejumlah 24 orang masing-masing mewakili kelompok taninya, dan petani yang tertarik dengan pola pertanian dengan teknologi CSA ada 5 petani per kelompok, maka sudah ada 120 petani.

“Misalkan masing-masing petani uji coba menerapkan pertanian organik seluas 1 hektare saja, maka sudah ada 120 hektare lahan untuk padi organik. Kenyataannya ada beberapa petani yang menerapkan pertanian padi organik 2 sampai 3 hektare," tambah Mario.

Aman Nurrahman Kahfi, Widyaiswara BBPP Binuang memberikan saran kepada petani bahwa penggunaan pupuk kimia tetap diperlukan dan tidak disubstitusikan semua oleh pupuk organik. 

Hanya saja, yang biasanya kebutuhan pupuk kimia mencapai 300 hingga 400 kilogram per hektare bisa dikurangi bertahap sampai minimal dan disesuaikan dengan status hara tanah awal melalui pengukuran misalnya dengan alat sidik cepat PUTR.

Pemberiannya pun tetap dengan 3 kali tahap, yaitu saat pertumbuhan awal, anakan aktif dan primordia. Saat pengolahan tanah dapat diberikan pupuk organik dan pupuk hayati bersamaan.[rilis]


Lebih baru Lebih lama