"Serabi Likuran", Tradisi Warga Pemalang di Penghujung Ramadhan

"Serabi Likuran", Tradisi Warga Pemalang di Penghujung Ramadhan

Suasana pasar "Serabi Likuran" di Desa Penggarit, Taman, Pemalang, Jawa Tengah. | Foto: Junaedi.

PEMALANG - Warga Desa Penggarit, Kecamatan Taman, Pemalang, Jawa Tengah, memiliki kebiasaan sendiri ketika memasuki 10 hari terakhir bulan Ramadhan.

Tradisi ini dinamai "Serabi Likuran". Di masa lalu, melalui Serabi Likuran, penduduk membuat kue serabi kemudian membagi-bagikannya kepada warga yang lain.

Imam Wibowo, Kepala Desa Penggarit mengatakan, tradisi Serabi Likuran sebenarnya sudah ada sejak puluhan tahun silam. Karena perkembangan jaman, kebiasaan itu perlahan mulai dilupakan.

"Kemudian kami berinisiatif untuk menghidupkan kembali, namun dengan konsep agak berbeda. Kami bikin semacam pasar kue serabi. Tujuannya, tradisi dapat terjaga, tapi perekonomian warga juga ikut berjalan", terang Imam Wibowo, kemarin.

Proses transaksi di pasar Serabi Likuran tergolong unik. Untuk mendapatkan kue serabi, pembeli harus menggunakan "uang klithik".

"Uang klithik sebenarnya adalah uang kayu. Satu uang klithik harganya seribu rupiah. Satu uang klithik bisa untuk membeli setangkep (sepasang) kue serabi", kata Hartoyo, panitia pelaksana pasar Serabi Likuran.

Ia menjelaskan, harga setangkep serabi di pasar tersebut lebih murah dibanding harga pasaran. 

"Panitia memberikan subsidi kepada pembuat atau penjualnya. Biasanya kan setangkep serabi harganya antara dua ribu sampai tiga ribu rupiah. Di sini hanya seribu", terangnya.

Sebagai catatan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menetapkan Desa Penggarit sebagai percontohan Desa Pemajuan Kebudayaan.

Desa ini mewakili Provinsi Jawa Tengah pada ajang Pekan Kebudayaan Nasional, beberapa waktu lalu.[junaedi]


Lebih baru Lebih lama