Sinetron Jadi Program Siaran Tidak Berkualitas

Sinetron Jadi Program Siaran Tidak Berkualitas

DISEMINASI Survei Indeks Kualitas Program Siaran Televisi kategori sinetron bersama anggota KPI Irsyal Ambiya, Ketua KPID Kalsel Azhari Fadli dan dosen Komunikasi FISIP ULM, Sri Astuty, di Gedung Teater FISIP ULM.| foto : ana

BANJARMASIN – Program siaran sinetron selalu menjadi program siaran terendah dalam Survei Indeks Kualitas Program Siaran Televisi yang diselenggarakan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam delapan tahun terakhir.

“Indeks kualitas untuk program sinetron ini tidak pernah beranjak dari tiga program siaran terbawah, bersama program infortainment dan reality show,” kata anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Irsyal Ambiya pada Diseminasi Indeks Kualitas Program Siaran Televisi, kategori Sinetron, Sabtu (25/6/2022), di Banjarmasin.

Menurut Irsyal, hal ini menunjukan program siaran sinetron tidak berkualitas berdasarkan hasil survei indeks, namun program ini justru banyak ditonton masyarakat berdasarkan survei AC Nielsen.

“Survei kepemirsaan yang dilakukan AC Nielsen inilah yang menjadi dasar bagi pemasang iklan di televisi. Dimana program yang banyak ditonton, tentu akan mendapatkan iklan yang besar,” jelasnya.

Irsyal mengakui, kondisi ini menjadi masalah, mengapa program yang tidak berkualitas justru diminati masyarakat, apalagi tayangan di televisi menjadi contoh bagi masyarakat.

“Jadi unsur perlindungan anak patut diperhatikan, karena mereka justru menyaksikan tayangan tidak berkualitas yang banyak ditampilkan di layar kaca,” ungkap Irsyal, pada kegiatan yang dihadiri Ketua KPID Kalsel, Azhari Fadli.

Lebih lanjut diungkapkan, program sinetron ini melibatkan banyak pihak, terutama industri hulunya, mengingat program sinetron umumnya tidak terencana dengan baik, mulai dari naskah, syuting dan lainnya.

“Umumnya sinetron kejar tayang, sehingga sulit mengharapkan kualitas pada program semacam ini,” ujarnya.

Lain halnya series barat ataupun drama Korea, yang umumnya sudah dibatasi episode, sehingga setiap tayangan bisa dikoreksi sebelum tayang di televisi.

“Mereka sudah merencanakan dari episode pertama hingga yang terakhir, sehingga cerita tidak melenceng ataupun berkembang sesuai keinginan penonton,” tegas Irsyal.

Sementara itu, dosen komunikasi FISIP Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Sri Astuty mengatakan, sinetron yang ditayangkan di televisi ini terbagi atas serial, series maupun film televisi (FTV), yang tayang dari pagi hingga malam hari.

“Bahkan ada sinetron, seperti “Tukang Ojek Pengkolan” yang tayang hingga 2.000 episode,” kata Sri Astuty.

Padahal cerita yang disampaikan hanya sekedar kegiatan sehari-hari, yang mungkin dianggap tidak jelas dan tidak memberikan unsur pendidikan. 

“Sinetron hanya untuk menghibur, tidak mendidik, karena episodenya terlalu panjang dan tidak jelas arahnya,” tambahnya.

Hal inilah yang perlu dibenahi, karena masyarakat tetap memerlukan hiburan, namun tetap memperhatikan unsur pendidikan, informasi dan pemersatu bangsa.[lyn]

Lebih baru Lebih lama